Sabtu, 12 Maret 2011

Lukisan yang salah

Aku mempunyai seorang kawan yang sangat ahli dalam melukis serta menilai sebuah lukisan, anggap saja dia bernama Gito.
Suatu hari dia datang menemuiku sekedar bercakap-cakap membicarakan tentang seni lukis dan beberapa hal tentang para seniman...tiba-tiba Gito bertanya apakah aku mempunyai sebuah lukisan dari hasil karyaku sendiri,ternyata diam-diam temanku Gito ini tau bahwa aku juga suka melukis.Cuma sayangnya aku tidak memiliki banyak koleksi lukisan pasalnya banyak lukisanku yang telah jadi pasti diambil kawan-kawanku yang lain, kata mereka untuk kenang-kenangan.
Aku bilang aku belum membikin lukisan.
Setelah kami ngobrol banyak eh,kawanku Gito ini meminta ijin hendak sholat.Lalu,aku menunjukkan tempat di mana dia bisa berwudhu dan menunjukkan kamar atas yang biasanya aku gunakan untuk shalat.
Ketika si Gito selesai berwudhu dan kulihat dia menaiki tangga menuju kamar atas mendadak aku teringat bahwa justru di kamar atas itulah aku memasang sebuah lukisan hasil karyaku yang kuanggap kurang bagus.
Lukisan itu adalah gambar seorang gadis tengah membawa sebuah bejana air.Ketika melukis aku melakukan kesalahan dalam menghitung jarak antara kedua matanya.Bagi seorang pelukis atau yang telah mendalami teori seni lukis pasti tahu bahwa jarak antara kedua mata adalah sama dengan satu mata.
Seorang pelukis atau yang ahli dalam melukis pasti tahu hanya dengan melihat sekilas saja bahwa lukisanku memiliki kesalahan dalam menentukan jarak tersebut.Tapi,bagi mereka yang tak memahami seni lukis dan tak memiliki kecermatan dalam mengamati sebuah lukisan, pasti tidak akan tahu letak kesalahan lukisanku itu .

Kesalahan dalam melukis itu selalu menggangguku sehingga aku merasa malu untuk menunjukkan lukisan itu, Setiap aku menatap lukisan itu aku selalu terpaku pada kesalahan jarak antara mata itu.
Aku menganggap lukisan itu adalah lukisan terburuk yang pernah aku buat tapi aku merasa sayang untuk membuangnya makanya lukisan itu kutaruh di dinding antara tangga dan pintu masuk kamar atas atau mushollah. Dengan harapan tak terlalu diperhatikan orang.
Sesudah shalat Gito kembali duduk di depan menemuiku tiba-tiba di berkata
"Hai teman lukisan di dinding itu sangat bagus sekali paduan warnanya juga bagus antara latar,pakaian,kulit,dan pencahayaannya"
Jangan mengejek..!'jawabku
Benar kawan.. aku berkata sejujurnya lukisan itu bagus...ucap Gito
"Tapi bukankah jarak antara mata dalam lukisan itu kan salah secara teori lukis?"sergahku
"Tentu saja aku tahu itu kawan,tapi secara keseluruhan lukisan itu bagus baik dalam memilih ,pewarnaan kulit,baju dan pencahayaan serta hal - hal lainnya."
Setelah Gito pulang kuambil lukisan di dinding , kupandangi dan aku mengakuinya apa kata Gito bahwa lukisan itu memang bagus secara keseluruhan seolah-olah kesalahan jarak mata itu tidak begitu nampak.
Sahabat kadang kita melihat diri kita melakukan sebuah kesalahan atau mengalami sebuah kegagalan dan kita terlalu begitu serius memikirkannya , menghukum diri kita secara berlebihan hingga kita lupa untuk memandang secara keseluruhannya dari semua peristiwa tersebut dan menutup kemungkinan bahwa orang lain bisa jadi memilki persepsi yang berbeda dalam menilai kegagalan tersebut.
Seorang gadis cantik karena berjerawat wajahnya dia menjadi minder dalam bergaul atau tampil didepan umum..hanya karena si gadis berfikir bahwa jerawat adalah sebuah kesalahan atau sesuatu yang menghalangi kecantikannya yang sangat ia butuhkan sebagai modal bergaul...sigadis lupa bahwa diterimanya seseorang bisa karena banyak hal bukan hanya tampangnya saja..bisa karena supelnya,.. gaya bicaranya serta akhlaknya dsbnya.


by ayahnya ifor

Rabu, 09 Maret 2011

anggap saja sudah makan..

Di sebuah kawasan Al-Fateh, di pinggiran kota Istanbul ada seorang yang wara’ dan sangat sederhana, namanya Khairuddin Afandi. Setiap kali ke pasar ia tidak membeli apa-apa. Saat merasa lapar dan ingin makan atau membeli sesuatu, seperti buah, daging atau manisan, ia berkata pada dirinya: Anggap saja sudah makan yang dalam bahasa Turkinya “ Shanke Yadem” .


Nah, apa yang dia lakukan setelah itu? Uang yang seharusnya digunakan untuk membeli keperluan makanannya itu dimasukkan ke dalan kotak (tromol)… Begitulah yang dia lakukan setiap bulan dan sepanjang tahun. Ia mampu menahan dirinya untuk tidak makan dan belanja kecuali sebatas menjaga kelangsungan hidupnya saja.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun Khairuddin Afandi konsisten dengan amal dan niatnya yang kuat untuk mewujudkan impiannya membangun sebuah masjid. Tanpa terasa, akhirnya Khairuddin Afandi mampu mengumpulkan dana untuk membangun sebuah masjid kecil di daerah tempat tinggalnya. Bentuknyapun sangat sederhana, sebuah pagar persegi empat, ditandai dengan dua menara di sebelah kiri dan kanannya, sedangkan di sebelah arah kiblat ditengahnya dibuat seperti mihrab.
Akhirnya, Khairuddin berhasil mewujudkan cita-citanya yang amat mulia itu dan masyarakat di sekitarnya pun keheranan, kok Khairuddin yang miskin itu di dalam dirinya tertanam sebuah cita-cita mulia, yakni membangun sebuah masjid dan berhasil dia wujudkan. Tidak bayak orang yang menyangka bahwa Khairud ternyata orang yang sangat luar biasa dan banyak orang yang kaya yang tidak bisa berbuat kebaikan seperti Khairuddin Afandi.
Setelah masjid tersebut berdiri, masyarakat penasaran apa gerangan yang terjadi pada Khoiruddin Afandi. Mereka bertanya bagaimana ceritanya seorang yang miskin bisa membangun masjid. Setelah mereka mendengar cerita yang sangat menakjubkan itu, merekapun sepakat memberi namanya dengan: “Shanke yadem” (Angap Saja Saya Sudah Makan).



Subhanallah..The power of good willing and commitment..!

(sumber:cahaya iman)


oleh Novita Anggraeni ..ditulis ulang by ayah Ifor & Bia

Jumat, 04 Maret 2011

Kepala ikan untuk sang syaikh

Seorang nelayan salih di Tunisia tinggal di sebuah gubuk yang sederhana dari tanah liat. Setiap hari ia melayarkan perahunya untuk menangkap ikan. Setiap hari, ia terbiasa menyerahkan seluruh hasil tangkapannya pada orang-orang miskin dan hanya menyisakan sepotong kepala ikan untuk ia rebus sebagai makan malamnya.

Nelayan itu lalu berguru kepada syaikh besar sufi, Ibn Arabi. Seiring dengan berlalunya waktu, ia pun menjadi seorang syaikh seperti gurunya.

Suatu saat, salah seorang murid sang nelayan akan mengadakan perjalanan ke Spanyol. Nelayan itu memintanya untuk mengunjungi Syaikhul Akbar, Ibn Arabi. Nelayan itu berpesan agar dimintakan nasihat bagi dirinya. Ia merasakan kebuntuan dalam jiwanya.

Pergilah murid itu ke kota kediaman Ibn Arabi. Kepada penduduk setempat, ia menanyakan tempat tinggal sang syaikh. Orang-orang menunjukkan kepadanya sebuah puri indah bagai istana yang berdiri di puncak suatu bukit. “Itulah rumah Syaikh,” ujar mereka.

Murid itu amat terkejut. Ia berfikir betapa amat duniawinya Ibn Arabi dibandingkan dengan gurunya sendiri, yang tak lebih dari seorang nelayan sederhana.

Dengan penuh keraguan, ia pun pergi mengunjungi rumah mewah yang ditunjukkan. Sepanjang perjalanan ia melewati ladang-ladang yang subur, jalanan yang bersih, dan kumpulan sapi, domba, dan kambing. Setiap kali ia bertanya kepada orang yang dijumpainya, selalu ia memperoleh jawaban bahwa pemilik dari semua ladang, lahan, dan ternak itu tak lain ialah Ibn Arabi. Tak henti-hentinya ia bertanya kepada diri sendiri, bagaimana mungkin seorang materialistik seperti itu boleh menjadi seorang guru sufi.

Ketika tiba ia di puri tersebut, apa yang paling ditakutinya terbukti. Kekayaan dan kemewahan yang disaksikannya di rumah sang syaikh tak pernah ia bayangkan, bahkan dalam mimpinya. Dinding rumah itu terbuat dari marmer, seluruh permukaan lantainya ditutupi oleh karpet-karpet mahal. Para pelayannya mengenakan pakaian dari sutra. Baju mereka lebih indah dari apa yang dipakai oleh orang terkaya di kampung halamannya.

Murid itu meminta untuk bertemu dengan sang syaikh. Pelayan menjawab bahwa Syaikh Ibn Arabi sedang mengunjungi khalifah dan akan segera kembali. Tak lama kemudian, ia menyaksikan sebuah arak-arakan mendekati puri tersebut. Pertama muncul pasukan pengawal kehormatan yang terdiri dari tentara khalifah, lengkap dengan perisai dan senjata yang berkilauan, mengendarai kuda-kuda arabia yang gagah. Lalu muncullah Ibn Arabi dengan pakaian sutra yang teramat indah, lengkap dengan surban yang lazim dipakai para sultan.

Si murid lalu dibawa menghadap Ibn Arabi. Para pelayan yang terdiri dari para pemuda tampan dan gadis cantik membawakan kue-kue dan minuman. Murid itu pun menyampaikan pesan dari gurunya. Ia menjadi tambah terkejut dan geram ketika Ibn Arabi mengatakan kepadanya, “Katakanlah pada gurumu, masalahnya adalah ia masih terlalu terikat kepada dunia.”

Tatkala murid itu kembali ke kampungnya, guru nelayan itu dengan antusias menanyakan apakah ia sempat bertemu dengan syaikh besar itu. Dipenuhi keraguan, murid itu mengaku bahwa ia memang telah menemuinya. “Lalu,” tanya nelayan itu, “apakah ia menitipkan kepadamu suatu nasihat bagiku?”

Pada awalnya, si murid enggan mengulangi nasihat dari Ibn Arabi. Ia merasa amat tak pantas mengingat betapa berkecukupannya ia lihat kehidupan Ibn Arabi dan betapa berkekurangannya kehidupan gurunya sendiri.

Namun karena guru itu terus memaksanya, akhirnya murid itu pun bercerita tentang apa yang dikatakan oleh Ibn Arabi. Mendengar itu semua, nelayan itu berurai air mata. Muridnya tambah kehairanan, bagaimana mungkin Ibn Arabi yang hidup sedemikian mewah, berani menasihati gurunya bahwa ia terlalu terikat kepada dunia.

“Dia benar,” jawab sang nelayan, “ia benar-benar tak peduli dengan semua yang ada padanya. Sedangkan aku, setiap malam ketika aku menyantap kepala ikan, selalu aku berharap seandainya saja itu seekor ikan yang utuh.

Tugas Murid Junaid

Junaid Al-Baghdadi, seorang tokoh sufi, mempunyai anak didik yang amat ia senangi. Santri-santri Junaid yang lain menjadi iri hati. Mereka tak dapat mengerti mengapa Syeikh memberi perhatian khusus kepada anak itu.

Suatu saat, Junaid menyuruh semua santrinya untuk membeli ayam di pasar untuk kemudian menyembelihnya. Namun Junaid memberi syarat bahwa mereka harus menyembelih ayam itu di tempat di mana tak ada yang dapat melihat mereka. Sebelum matahari terbenam, mereka harus dapat menyelesaikan tugas itu.

Satu demi satu santri kembali ke hadapan Junaid, semua membawa ayam yang telah tersembelih. Akhirnya ketika matahari tenggelam, murid muda itu baru datang, dengan ayam yang masih hidup. Santri-santri yang lain menertawakannya dan mengatakan bahwa santri itu tak boleh melaksanakan perintah Syeikh yang begitu mudah.

Junaid lalu meminta setiap santri untuk menceritakan bagaimana mereka melaksanakan tugasnya. Santri pertama berkata bahwa ia telah pergi membeli ayam, membawanya ke rumah, lalu mengunci pintu, menutup semua jendela, dan membunuh ayam itu. Santri kedua bercerita bahwa ia membawa pulang seekor ayam, mengunci rumah, menutup jendela, membawa ayam itu ke kamar mandi yang gelap, dan menyembelihnya di sana. Santri ketiga berkata bahwa ia pun membawa ayam itu ke kamar gelap tapi ia juga menutup matanya sendiri. Dengan itu, ia fikir, tak ada yang dapat melihat penyembelihan ayam itu. Santri yang lain pergi ke hutan yang lebat dan terpencil, lalu memotong ayamnya. Santri yang lain lagi mencari gua yang amat gelap dan membunuh ayam di sana.

Tibalah giliran santri muda yang tak berhasil memotong ayam. Ia menundukkan kepalanya, malu karena tak dapat menjalankan perintah guru, “Aku membawa ayam ke rumahku. Tapi di rumahku tak ada tempat di mana Dia tak melihatku. Aku pergi ke hutan lebat, tapi Dia masih bersamaku. Bahkan di tengah gua yang teramat gelap, Dia masih menemaniku. Aku tak bisa pergi ke tempat di mana tak ada yang melihatku.

Rabu, 02 Maret 2011

getah pohon nangka....

Seorang sahabat begitu gelisah.. datang dengan wajah tampah penuh gurat-gurat dikeningnya.. dia bilang suaminya dan dia telah memutuskan bercerai tiga minggu yang lalu.Dia bingung bagaimana mesti melalui hari-harinya nanti, apa kata teman saudara dan tetangga jika mereka mengetahuinya nanti..
Seorang sahabat yang lain juga kemarin lusa datang,.. ia tampak sedih..katanya sang pacar yang telah dikenalnya selama tujuh tahun ..ketika akan dinikahinya telah meninggalkannya dan menikah dengan orang lain.. Ia tampak begitu berat untuk bisa menghadapinya ini sebagai sebuah kenyataan. dan masih banyak lagi sahabat yang datang dengan cerita yang kadang begitu menerbitkan rasa pilu didada..
" Kalian ini aneh,.. bukankah semua didunia selalu beriring dengan dua hal yang seolah tampak berlawanan?" kataku..
Kalau kalian pernah tertawa. tentunya pasti akan pernah pula menangis.. itu hal wajar kok..lagian kenapa kalian tidak memcoba membaca apa yang kalian alami dengan dengan nama Tuhanmu yang Maha Penyayang..?" Pastilah ada sebuah tema yang tengah diajarkanNya pada kalian..paling tidak..kalian sekarang lebih banyak bersunyi-sunyi ria sambil mengeluh kepada Nya.. sehingga tanpa kalian sadari kalian sekarang begitu mesra dengan Tuhan..
Tuhan Tidak kejam ..Dia cuma ingin menyapamu sebab sudah lama sekali kalian tak bermesra-mesra denganNya didalam hatiMu..
Coba kalian lihat getah pohon nangka, bukannya getah pohon nangka itu akan hilang denga mudah jika kalian membasahi tangan kalian dengan air yang ada disekitar biji nangka..?"
"Demikian pula dengan masalah kalian ..setiap ujian yang menimpa kalian pastilah Dia juga menyertakan jawaban pula atas ujian itu..!" Untuk tahujawaban itu kalian perlu diam sejenak di pojok hati sambil melepaskan semua beban jiwa untuk bersandar kepada kekuasaanNya.. jika itu bisa kalian jalani pastilah jawaban masalah itu akan kalian temui dengan begitu jelas..
Jadi cobalah diam sambil terus merintih mesra dihati memuji serta memohon petunjukNya....



by ayah ifor & Bia ...ketika sakit punggung hahaha

Bocah

Bocah kecil yang kini telah tumbuh dewasa itu ..
kini termangu menatap pelangi
hatinya terasa begitu sunyi ..
padahal sekitarnya penuh dengan pantulan warna-warni...
jauh didalam batinnya ada kerinduan yang begitu menggumpal didadanya..
kerinduan akan sebuah wilayah yang tak ada merah tak ada jingga tak ada warna warna
tak ada rupa tak ada kata..bahkan tak ada pula atas dan bawah kanan dan kiri
begitu sunyi dan tak sunyi ..
tak ada ini tak ada itu..
tak ada ruang dan waktu..
" ah...kenapa mesti mengada sehingga timbul semua rasa perih dan tawa ..."rintih si bocah
bocah kecil itu..kini tersuruk-suruk melangkah kadang ia tampak begitu gagah.. kadang tampak goyah...kadang menangis kadang tertawa...
ia tahu ia harus terus berjalan ..dan berjalan sampai bertemu sebuah gerbang akan wilayah yang dirindukan..
Kalau engkau bertemu bocah itu..jangan kau puji dan cela ia..
karena baginya itu sama saja..
dan jangan pula mencoba masuk kedalam hatinya..karena itu akan sia-sia.
Kalau engkau bertemu dia..cukup katakan saja..
" Selamat berjalan wahai perindu..semoga bertemu dengan yang dirindu.."



by ayah ifor & Bia